idNSA.id - Chairman lembaga riset siber CISSReC, Pratama Persadha, mengatakan Indonesia belum mandiri dalam industri cyber. Meskipun, hampir semua kehidupan masyarakat saat ini bergantung kepada internet dimana proses digitalisasi berjalan begitu cepat meningkatkan ketergantungan terhadap perangkat elektronik dan kebutuhan primer terhadap data.
"Jadi apa yang disampaikan bapak Presiden untuk melakukan lompatan besar ekonomi salah satunya lewat industri cyber," tulis Pratama dalam siaran pers menyambut peringatan HUT RI ke-75, Senin (17 Agustus 2020).
Menurut Pratama, terdapat dua dimensi dalam pengelolaan data yaitu dimensi bisnis dan pertahanan. Data adalah bisnis paling menggiurkan yang menjadi penyebab terjadinya ketegangan global saat ini, kata dia.
Sebagai contoh, keberhasilan raksasa teknologi China, Huawei, menjadi yang terdepan dalam bisnis infrastruktur 5G, sehingga Amerika Serikat (AS) dan sekutunya tidak ingin lalu lintas data melewati infrastruktur Huawei karena dianggap merugikan mereka dari sisi keamanan dan bisnis.
"Pengelolaan data ini menyangkut uang yang sangat besar," ujarnya.
Dalam dimensi pertahanan, Indonesia harus mendorong industri keamanan siber (cybersecurity). Pratama menuturkan, sepanjang kuartal pertama 2020, serangan siber ke Tanah Air begitu besar.
Berdasarkan data Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional (Pusopkamsinas) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), terjadi 149.783.617 serangan siber di semester pertama tahun 2020. Jumlah itu naik lima kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
"Dengan memenuhi kebutuhan siber di dalam negeri, Indonesia bisa melakukan lompatan ekonomi cukup besar. Namun syaratnya jelas pemenuhan kebutuhan infrastruktur siber harus dipenuhi, penguatan SDM dan riset teknologi juga harus diprioritaskan."
"Pada akhirnya pemenuhan itu disuplai oleh ekosistem siber dalam negeri. Tak kalah penting, dengan kemandirian akan membuat kedaulatan siber negara kita semakin kuat," jelasnya.
"Salah satu sektor yang bisa membantu lompatan besar ekonomi adalah dari industri siber Tanah Air," kata Pratama.
Secara perlahan, kata dia, Indonesia harus mendorong platform digital lokal untuk berkembang dan dipakai masyarakat. Buktinya, Indonesia sudah memiliki Gojek yang berhasil melakukan lompatan besar ekonomi lewat industri cyber.
Mengacu pada data riset Google di tahun 2019, potensi ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai US$ 133 miliar atau lebih dari Rp 1832 triliun. Sebuah angka yang sangat besar.
"Prediksi Google keluar sebelum ada krisis Covid-19. Memang pastinya ada banyak penyesuaian," ujarnya.
Sumber: CyberThreat, Foto: Pixabay