idNSA.id – Dalam diskusi bertajuk “What Needs To Be Done First for Indonesia Cybersecurity” di konferensi Cyber Security Indonesia 2019, Rabu (6 November 2019) di Jakarta. Penasihat Senior Keamanan Siber dari BAE System Applied Intelligence, Conrad Prince mengatakan bahwa ancaman siber dan kerentanan yang ada di Indonesia merupakan tantangan yang harus terus diperhatikan, strategi yang terstruktur sangat dibutuhkan oleh karenanya Indonesia disarankan harus memetakan ancaman dan kerentanan ini.
Saran tersebut, mengacu pada pertumbuhan pengguna internet di Indonesia sebesar 64,8% dari 264 juta penduduk. Dengan bertambah jumlah pengguna, ia memperkirakan ancaman siber yang muncul pun semakin beragam.
Diliput oleh Cyberthreat.id hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala Bidang Telekomunikasi pada Asisten Deputi Koordinasi Telekomunikasi dan Informatika Kementerian Koordinator Polhukam, Kolonel Caj Benny Pasaka yang hadir sebagai pembicara.
Menurut Benny, memiliki strategi cybersecurity saja tidak cukup untuk mencegah serangan siber. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah regulasi untuk meningkatkan keamanan dan ketahanan siber di Indonesia. Menurutnya, hingga kini Indonesia belum memiliki regulasi yang khusus mengatur soal keamanan siber. Adanya regulasi tersebut diyakini akan meningkatkan keamanan siber di Tanah Air.
“Kita sampai saat ini belum memiliki regulasi, seperti UU Perlindungan Data Pribadi dan UU Keamanan dan Ketahanan Siber. Padahal, kalau kedua UU tersebut disahkan kita akan memiliki standar, khususnya yang berkaitan dengan data,” ujar Benny.
Kepala Bidang Tata Kelola Kerja Sama Kementerian Pertahanan, Kolonel Laut Yunus Subekti, mengatakan, untuk meningkatkan keamanan siber, Indonesia tidak bisa bekerja sendirian dan harus bekerja sama dengan negara lain.
“Kerja sama antarnegara ini akan sangat besar manfaatnya, misalnya, bisa untuk alih teknologi dan pencegahan kejahatan siber. Jika negara lain kena serangan, dengan adanya kerja sama kita bisa antisipasi supaya tidak terkena serangan yang sama,” ujar Yunus.
Sementara, Direktur Identifikasi Kerentanan dan Penilaian Resiko Pemerintah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Akhmad Toha, menyoroti terhadap kualitas sumber daya manusia di bidang cybersecurity yang perlu disiapkan.
Secara keseluruhan, panelis mengatakan, pemerintah harus terbuka terhadap segala informasi yang berkaitan dengan keamanan siber. Juga, harus memberikan literasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan serangan siber yang bisa mengenai individu. Harus ada kerja sama antara pemerintah dan masyarakat atau komunitas untuk membuat suatu produk yang berkaitan dengan keamanan siber, kata Benny.
Foto, dari kiri: Merza Fachys (ATSI), Conrad Prince (BAE system), Akhmad Toha (BSSN RI), Yunus Subekti (Kementerian Pertahanan RI), dan Benny Pasaka (Kemenpohulkam RI). | Foto: Cyberthreat.id/ Faisal Hafis
Editing Content: Hendro Prasetyo/idNSA